Resume Jurnal : Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia


Nama               : Karina Hajar Aprilia
Nim                 : 155120207111069
Kelas               : Teori PR A.KOM 4

Resume Jurnal
Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia

RACHMAT KRIYANTONO
Universitas Brawijaya Indonesia
rachmat_kr@ub.ac.id
BERNARD MCKENNA
University of Queensland Business School Australia


Tulisan ini berisi review saya terhadap jurnal yang berjudul “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia” yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono dan Bernard Mckenna. Tujuan dari resume jurnal ini adalah untuk mempermudah dalam membahas inti dari hasil penelitian jurnal yang telah dilakukan oleh penulis yaitu mengembangkan teori public relations yang relevan dengan konteks Indonesia.

Public Relations sebagai studi komunikasi terapan telah berkembang. Namun, perkembangan studi komunikasi, public relations didominasi oleh perspektif barat sehingga teori hanya terbatas pada teori barat. Saat ini, mulai muncul gagasan kebutuhan untuk mempelajari komunikasi dari perspektif timur, termasuk juga Indonesia. Dalam jurnal ini, memandang studi dan praktek public relations dalam perspektif Indonesia. Beberapa teori dari barat mungkin harus diterapkan secara berbeda karena adanya perbedaan sistem sosial dan latar belakang filosofis dari Indonesia. Namun, pada nyatanya tidak ada teori tunggal yang berasal dari Indonesia karena kurangnya eksplorasi tentang kearifan lokal Indonesia untuk membangun teori teori komunikasi yang relevan dengan konteks Indonesia.

Tujuan dari Jurnal ini sendiri adalah untuk merangsang perkembangan teori public relations dengan mengadopsi kearifan lokal Indonesia, kolaborasi teoritis Indonesia-Barat, dan refleksi kritis pada teori Barat. Oleh karena itu, penulis dalam jurnal ini mengeksplorasi beberapa peribahasa Indonesia yang mewakili kearifan lokal Indonesia untuk mencari persamaan dan perbedaan antara perspektif Barat dan Indonesia melalui peribahasa tersebut. Penulis dalam jurnal ini menyajikan perspektif Indonesia normatif sebagai dasar untuk membangun teori public relations masa depan dalam konteks Indonesia.

Dengan menggunakan metode komparatif, penulis mencari persamaan serta perbedaan antara perspektif Barat dengan Indonesia. Dengan kata lain, penulis mengintegrasikan teori Indonesia-Barat dengan tujuan untuk mengeksplorasi praktik public relations yang dapat diterima dalam konteks internasional atau lintas-budaya, dan juga membuat refleksi kritis pada teori-teori Barat.

Hasil dari Perbandingan peribahasan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1.      Musyawarah mufakat sebagai cara pembuat keputusan Indonesia
Public relations memfasilitasi penyebaran informasi kepada masyarakat secara langsung dan berbicara kepada manajemen tentang kebutuhan masyarakat. fungsi komunikasi sebagai negosiasi dan kompromi adalah alat untuk menciptakan solusi yang saling memuaskan. Model seperti cocok dengan perspektif Indonesia musyawarah mufakat / rembugan, yaitu sebuah pengambilan keputusan dengan berdialog. Negosiasi dengan musyawarah mufakat (rembug) adalah karakter Indonesia.
 Hal ini berkebalikan dari kekuasaan mayoritas yang terjadi pada umumnya, tapi tentu tidak semua, pada bentuk proses demokrasi pespektif barat lebih didasarkan pada pendapat mayoritas. Dengan demikian, di Jawa, keputusan (seperti dalam masyarakat atau pemerintah daerah) biasanya tidak didasarkan pada mayoritas namun berdasarkan perjanjian. Nenek moyang mengajarkan “ yen ana rembug dirembug, nanging olehe ngrembug Kanthi ati sing sareh” yang berarti memecahkan masalah melalui dialog dengan tenang, sabar, dan berpikir jernih (dialog = rembug atau musyawarah).

2.      Menjaga Hubungan Timbal Balik yang Didasarkan Pada Harmoni dalam Sistem
Sebagai bagian dari sistem sosial, proses public relations harus mengarahkan organisasi untuk mencapai harmoni dalam sistem di mana ia beroperasi. Harmoni ini dikenal sebagai runtut raut sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama; rukun Agawe Santosa, crah Agawe Bubrah, Guyub rukun, yaitu, jika kita hidup dalam damai dan harmoni kita akan makmur, jika kita hidup dalam pertengkaran kita akan menderita. Organisasi harus rampa’naong beringin Korong berdaun dan teduh, yaitu organisasi melindungi masyarakat seolah-olah itu adalah pohon beringin untuk membuat hidup harmonis, solidaritas, dan merangsang swadaya masyarakat (gotong royong).
Sebuah strategi komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dari perspektif Indonesia dapat dilakukan dengan menerapkan pepatah silih asah, silih asih, silih asuh (mengajar, cinta, dan menjaga satu sama lain). Silih asah, berarti bahwa pihak berbagi informasi dan mengajarkan pengetahuan. Dari perspektif Barat ini bisa dipandang sebagai memastikan bahwa masyarakat harus diberitahu, kebalikan dari masyarakat harus dibohongi (Grunig & Hunt, 1984). Silih asih, berarti cinta dalam arti merawat, memberikan perhatian, dan memenuhi kebutuhan lain dengan tulus. Diterapkan untuk Public Relations hal ini akan melibatkan pembangunan strategi empatik melalui proses dialogis dari “walking in the shoes of their public”(Kent & Taylor, 2002: 27). Selanjutnya, Silih Asuh, dapat dipahami sebagai peduli, melindungi, membimbing, dan mendidik perasaan terhadap satu sama lain. Praktek public relations harus sinkron antara kepentingan kedua belah pihak.

3.      Perspektif Indonesia untuk Deklarasi Prinsip (tell the truth)
Tell the truth adalah prinsip dasar bagi praktik PR untuk membangun kepercayaan (J. E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore et al, 2007.). Perspektif Indonesia mengatakan ajining Diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa, yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Dengan memberikan terbuka, informasi yang benar, sebuah organisasi akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang akan merangsang dukungan publik dan kerjasama.
Pentingnya mengatakan yang sebenarnya direpresentasikan dalam jeung leweh mah mending waleh (lebih baik untuk mengatakan sesuatu terus terang daripada menjaga kata karena tidak cukup berani untuk memberitahu). Dari perspektif ini, praktisi PR tidak perlu takut dipecat sebagai akibat dari mencoba untuk melakukan fungsinya dengan baik.

4.      Blusukan sebagai alat untuk komunikasi
Sebagai fasilitator komunikasi, penting bahwa PR dianggap sebagai peran yang terlibat dalam interaksi sehari-hari antara karyawan untuk berbicara dan mendengar keluhan dan pendapat. Diharapkan kegiatan ini dapat membuka komunikasi dua arah secara internal yang mampu memberikan informasi tentang interaksi karyawan dengan publik. Interaksi karyawan dengan publik didasarkan pada konsep blusukan, yaitu komunikasi tatap muka langsung dengan masyarakat. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menghindari perbedaan secara interpersonal sehingga, komunikasi sambung roso akan muncul. Sambung roso berarti dari hati ke hati yang terdiri dari empati yang kuat. Komunikasi Blusukan juga merupakan prinsip kebersamaan tanpa perbedaan Status (manunggaling kawula gusti). Blusukan mirip dengan konsep Barat berarti “Walking Around”, karena fungsi mereka adalah gethok tular. Namun perspektif Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso, untuk membangun hubungan.
Dengan melakukan blusukan, public relations mampu menghasilkan gethok tular (komunikasi Word of mouth) secara langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk meminimalkan kesalahan persepsi. Secara internal, public relations adalah tempat yang baik untuk menghentikan rumor yang tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut dalam sebuah organisasi. Public relations memonitor lingkungan mengadopsi peran masalah manajemen untuk mengantisipasi krisis dengan menanyakan apa yang terjadi. Perspektif Indonesia mengatakan, Jaga pagarra dibi'ja’parlo ajaga pagarra oreng laen (menjaga gerbang kamu sendiri, jangan yang lainnya), yaitu jika krisis terjadi, organisasi harus tidak menyalahkan pihak lain.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa tulisan ini memberikan pengetahuan yang baru yaitu terbukti jika teori public relations dalam konteks Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kearifan lokal. Jadi, tidak perlu mengadopsi seluruh prinsip-prinsip Barat ke dalam teori atau praktek. Melalui jurnal tersebut juga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dari Timur , khususnya teori Public Relations Indonesia. Dengan cara ini, budaya dan tradisi, dan norma-norma moral suatu negara dapat dipertahankan meskipun negara itu mengalami transformasi menuju gaya hidup yang lebih barat serta membatasi proses hegemoni teori dan praktik Barat.

Daftar Pustaka
Kriyantono, R., & Mckenna, B. (2017). Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia . Malaysian Journal of Communication.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narrative Paradigm